SERANG (localhost/bantenbersatu – Kepolisian dan TNI AL melakukan konferensi pers terkait penembakan yang menewaskan bos rental mobil di rest area Km 45 Tol Tangerang-Merak.
Konferensi pers tersebut, berlansung di Koarmada, Jakarta, Senin, 6 Januari 2025 dan dihadiri oleh Kapolda Banten Irjen Suyudi Ario Seto.
Menurut Kapolda, kasus penembakan bos rental tersebut bermula dari penggelapan kendaraan yang disewakan dan setelahnya ditangani oleh Polda Banten.
Sebelum terjadinya penembakan oleh prajurit TNI-AL, dikabarkan korban telah meminta perlindungan ke Polsek Cinangka, namun mendapat penolakan dari petugas saat itu.
Kabar tentang penolakan untuk memberikan perlindungan atas permintaan korban itu pun menjadi viral di media sosial.
Sehingga, dalam konferensi pers ini pihak Polda Banten menjelaskan kronologi versi kepolisian terkait kasus tersebut.
“Saudara Agam bersama saudara Samsul, dan tiga orang lainnya, jadi berlima, sebelum kejadian penembakan di TKP Km 45 itu sempat datang ke Polsek Cinangka,” kata Suyudi.
“(Korban) datang sekitar pukul 02.30 WIB, kemudian diterima oleh anggota piket yaitu Brigadir Deri Andriani dan Bripka Dedi Purwanto. Terjadi komunikasi di sana bahwa saudara Agam menyampaikan kalau mobil rentalnya dibawa oleh penyewa ke arah Saketi, Pandeglang,” ujarnya.
Dalam laporan itu juga disampaikan, bahwa GPS tinggal satu buah yang aktif dan dua lainnya tidak aktif.
Penonaktifan GPS diduga sudah ada upaya untuk melakukan penggelapan pada mobil Honda Brio warna oranye yang disewakan.
Polisi Mengakui Ada Kesalahan
Dalam konferensi pers ini, Suyudi menyebut terjadi kesalahan dalam proses pelaporan dari anggota yang piket itu ke Kapolsek.
“Pada saat melaporkan pada Kapolseknya, Brigadir Deri ini tidak utuh melaporkannya. Seharusnya terkait dengan rental, penyewaan kendaraan yang diduga akan digelapkan tapi dilaporkannya leasing,” ujar Suyadi.
Sehingga kata Suyudi, Kapolseknya menyampaikan kalau memang leasing harus ada surat dari leasing dan sebagainya. Dokumen sudah disampaikan oleh saudara Agam, baik itu BPKB, STNK, dan kunci cadangan.
Seharusnya bisa melakukan pendampingan
“Dengan dokumen yang diberikan tersebut, sebenarnya kepolisian harusnya bisa langsung memberikan pendampingan. Tapi tidak dilakukan pendampingan karena anggota merasa kekuatannya sedikit, jadi tidak berimbang sehingga tidak melakukan pendampingan,” tuturnya.
Padahal seharusnya lanjut Suyudi, anggota yang bertugas bisa melakukan permintaan tambahan, dukungan ke Polres misalnya atau anggota Reserse di Polsek itu sendiri, tapi tidak dilakukan.
Dia menegaskan, ini adalah pelanggaran karena tidak professional. Penolakan pendampingan tersebut, juga termasuk dalam pelanggaran karena tidak profesional sesuai dengan penyelidikan Propam Polda Banten.
“Seharusnya dia sebagai anggota Polri, dia melakukan pendampingan tapi tidak dilakukan.
Sehingga dalam pemeriksaan Propam, ini dugaan pelanggaran dan tentunya akan ditindak tegas, baik secara etika yaitu demosi bahkan yang terberat PTDH (Pemberhentian dengan Tidak Hormat),” kata Suyudi.
Sanksi tersebut juga berlaku untuk Kapolsek sebagai pimpinan karena tidak melakukan pengawasan dan pengendalian. (Red01/***)